Kesenian Kuda Lumping (Ebeg)
Indonesia memang
kaya akan budaya, khususnya budaya tari. Setiap Provinsi pasti mempunyai
kesenian tari yang bisa dijadikan ciri khas. Contohnya; Kuda Lumping yang
merupakan tarian dari Jawa. Kuda Lumping atau Kuda Kepang merupakan salah satu
tarian tradisional dari Jawa, yang menampilkan sekelompok orang yang sedang
menunggangi kuda sambil menari-nari dan bertingkah laku seperti seorang
ksatria. Orang jawa khususnya di Banjarnegara biasa menyebut Kuda lumping itu
embeg. Kuda Lumping adalah seni tari
yang dimainkan dengan properti berupa kuda tiruan, yang terbuat dari anyaman
bambu yang di anyam menyerupai bentuk kuda. Anyaman kuda ini dihias dengan
cat dan diberi aksesoris lain seperti; mata, rambut, ekor dan tali utuk
memudahkan pemakainya dalam menari.
Sekelompok orang
yang menari Kuda Lumping biasanya di temani oleh sinden yang melantunkan
lagu-lagu jawa dan campursari serta diringi suara gending, gong, gamelan dan
lain sebagainya untuk menambah kemeriahan tari tersebut. Tarian kuda lumping
biasanya hanya menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa
penampilan kuda lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan
kekuatan. Atraksi yang biasa mereka sajikan seperti; makan bunga, rumput, makan
ikan air yang masih mentah, makan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan
pecut.
Tarian Kuda
Lumping di daerah saya lazimnya terdapat 10 orang penari dan 2 orang ketua.
Untuk pelaksanaanya, 10 orang penari dibuat 2 baris dan dipimpin oleh
masing-masing ketua. Tarian ini biasanya dipertunjukkan di tempat keramaian
untuk memeriahkan suasana seperti sewaktu memerihakan hajatan. Sebenarnya
tarian ini tidak hanya untuk memeriahkan hajatan saja, dahulu tarian ini juga
dipakai untuk perantara dakwah oleh para sunan.
Fetival Embeg
Bergengsi I yang digelar oleh Paguyuban Kuda Kepang Banjarnegara Memetri Budaya
Amrih Aja Ilang (Bambu Aji). Embeg dan kuda kepang, meupakan nama lain dari
kuda lumping.
Festival kesenian
rakyat ini diikuti oleh 31 grup kuda lumping berasal dari seluruh kecamatan.
"Di Banjarnegara terdapat ratusan group, bahkan di beberapa tempat ada
grup berusia tua dan lestari dari generasi ke generasai secara turun
temurun," kata ketua Bambu Aji, Tedjo Sumarno, Minggu (5/1/2014).
Menurut Tedjo,
festival digelar sebagai upaya meningkatkan apresiasi masyarakat, utamanya
kalangan muda terhadap kesenian embeg. "Kami berharap, kesenian satu ini
makin eksis jika kalangan muda ikut melestarikannya," ujarnya pula.
Grup embeg Putrida
Nawang Putra Madukara berhasil meraih juara I dengan hadiah uang Rp 2,5 juta,
disusul grup Krida Lestari Utama Prigamba Sigaluh sebagai juara II dengan
hadiah Rp 2 juta. Sedangkan juare III grup Wahyu Tri Lestari Desa Jlamprang
Kecamatan Sigaluh, berhak atas hadiah uang Rp 1,5 juta.
Ketua Dewan
Kesenian Banjarnegara, Otong Tjundaroso, mengatakan, masyarakat sebenarnya
sudah akrab dengan embeg. Kesenian berupa gerak tari yang dimainkan dengan
properti berupa kuda tiruan dari anyaman bambu menggambarkan bentuk kuda itu,
pada masa lalu memnjadi bagian dari hidup masyarakat desa.
Tarian embeg
biasanya dipertunjukkan di tempat keramaian untuk memeriahkan suasana seperti
pada acara hajatan. Salah satu daya tariknya, adalah ketika beberapa pemain
kerasukan indang embeg dengan berbagai polahnya seperi makan beling, mengupas
kelapa dengan gigi dan dicambuk bertubi-tubi.
Menurut Otong,
Dewan Kesenian Banjarnegara ke depan akan terus mengakomodir kesenian rakyat
termasuk embeg dengan menggelar festival setiap tahun. Embeg tumbuh subur dan
masing-masing grup menampilkan berbagai gaya modern. "Ini banyak kaum muda
yang tertarik mengikuti kepada kesenian embeg," katanya
Post a Comment for "Kesenian Kuda Lumping (Ebeg)"